Segala puji bagi Allah Dzat maha pengasih
dan penyayang yang telah memberi kita kemudahan untuk belajar mengaji
dan mengkaji ilmu al-Qur’an, sholawat ma’assalam semoga senantiasa
tercurah keharibaan baginda rasulallah SAW.
Sejarah perkembangan islam sering di
identikkan dengan perkembangan baca tulis al-Qur’an, artinya didaerah
dimana islam telah dipeluk oleh masyarakat disitu kemampuan baca tulis
al-Qur’an memiliki kemapanan. Hal ini mungkin bisa terjadi sejauh
masyarakat itu terdiri atas penduduk yang turun temurun telah berbahasa
arab.
Sejak islam berkembang melintasi wilayah
ajam ( suku bangsa non arab ), maka ilmu mempelajari al-Qur’an baik
dalam konteks membaca al-Qur’an berkembang majemuk dan bervariasi, hal
tersebut yang melatar belakangi munculnya berbagai macam metode membaca
al-Qur’an terutama di Indonesia ini. Seperti kita ketahui bahwa metode
membaca al-Qur’an di negara kita berjumlah ±73 metode dengan urutan :
1. Metode baghdadiyah / ngaji turutan (bahasa orang kudus ).
2. Metode Qiraati.
Dan selebihnya ada metode lain yang mengikutinya sehingga berkembang dan masih digunakan sampai sekarang.
Adapun metode qiraati sebagaimana kita
ketahui adalah metode yang berusaha menjaga kemurnian al-Qur’an lewat
bacaan, itu selaras dengan apa yang telah di katakan oleh KH. Dahclan
Salim Zarkasy bahwa “Saya tidak mau yang pakai qiraati banyak tapi saya mau yang pakai qiraati ngajinya benar”.
Pernyataan singkat,padat tersebut yang menegaskan bahwa siapapun yang
menggunakan metode qiraati harus mengerti dan memahami aturan-aturan
yang telah diterapkan pada metode tersebut.
Merujuk dari penggalan perkataan Yi Dachlan bahwa “saya mau yang pakai Qiraati ngajinya benar”.
Hal tersebut memotivasi kita untuk mendalami seberapa jauh perkembangan
metodologi pengajaran baca al-Qur’an mulai tahun 60 an sampai sekarang
sebagai upaya keberhasilan dan target ngaijinya benar yang di harapkan
oleh beliau maka dapat kami jelaskan sebagai berikut
Cara mengajar qiraati ada 4:
1. Individual : Tahun 1963 s/d 1986.
2. Klasikal Individual : Tahun 1986 s/d 1991.
3. Klasikal baca simak : Tahun 1991 s/d 1999.
4. Klasikal baca simak murni : Tahun 1999 s/d 2001.
Cara menyampaikan qiraati ada 4 :
1. Sederhana
2. Step by step / Tahap demi tahap
3. Driel/ Latihan
4. Tes halaman 1- 44.
Dan jika ada pertanyaan bahwa diantara
keempat cara tersebut mana yang paling cocok dengan dibuktikan
keberhasilannya adalah teori Klasikal Individual.
Klasikal individual banyak digunakan
sebagai teori pengajaran yang lebih efektif untuk diajarkan kepada
santri, itu disebabkan dari pembiasaan yang di terapkan dalam teori
tersebut yang meliputi ;
1.15 Menit Membaca Peraga Guru Secara Clasikal Diawal Dan Diakhir Pelajaran.
Teori tersebut jika kita amati mengambil
falsafah dari biji gabah, kalau di giling atau ditumbuk 1 biji saja,
maka akan rusak bahkan hancur, namun kebalikannya kalau beberapa biji
maka akan menghasilkan beras yang bagus akibat dari gesekan satu dan
lainnya Kelebihannya disini murid dapat belajar secara kelompok/
bersama-sama. Kalau ada murid yang kurang bisa mengakses bacaan yang ada
diperaga maka Insyaallah tidak akan lama dengan sendirinya akan mampu
menguasai bacaan tersebut dengan Lancar, cepat, tepat dan benar ( LCTB )
itu disebabkan gesekan dari teman yang lain yang sudah mampu membaca
dengan baik, dan uniknya dengan cara tersebut dimungkinkan anak tidak
perlu belajar membaca dirumah karena pembelajaran qiraati pada dasarnya 1
jam yang ada di sekolah. ini bertujuan agar tidak mengganggu pelajaran
sekolah pagi, jadi anak dapat belajar dengan tenang tanpa terbebani
karena Qiraati ada dimana-mana, bukan kemana-mana. Selain itu
dengan menjadikan konsentrasi bacaan anak terpusat di sekolah, akan
meminimalisir intervensi bacaan yang tidak sesuai dengan kaidah
pengajaran metode qiraati terutama diajarkan orang tua kepada anaknya
mungkin maksudnya baik, agar anak dapat lebih cepat naik jilidnya dan
supaya tidak tertinggal dengan temannya, namun keinginan tersebut akan
menjadi boomerang bagi anaknya sendiri apalagi orang tuanya merasa bahwa
bacaan yang di perolehnya waktu mengaji dahulu sudah dirasa benar
padahal kenyataannya jika di suruh membaca satu ayat dari al qur’an
masih banyak terjadi kesalahan baik di makhorijul huruf maupun sifatul
hurufnya maka hal itu bukan saja akan menyulitkan anak namun sangat
menghambat perkembangan kenaikan jilid anak dan sudah barang tentu akan
menyusahkan gurunya. . Pengalaman ini banyak terjadi di TPQ / Sekolah
yang memakai metode qiraati tetapi tidak menggunakan clasikal peraga
qiraati diawal dan di akhir pelajaran, serta kurang nya komunikasi
dengan wali murid terhadap perkembangan belajar anak di TPQ /
sekolahnya, akibatnya sering terjadi complain dari wali murid karena
anaknya lama sekali dalam kenaikan jilid, dan endingnya keluar dari TPQ
menjadi pilihan, mengamati permasalahan diatas siapa yang salah apakah
orang tua wali murid, apakah anak ataukah gurunya? Ini merupakan
permasalahan yang krusial dan sering terjadi di TPQ / Sekolah. maka jauh
sebelumnya Kata Yi Dachlan “ Tidak ada murid yang bodoh, dalam 100
anak ada 1 yang bodoh jika ada lebih 1 yang bodoh maka yang perlu
dipertanyakan gurunya”. Agar harapan hasil dari teori diatas terwujud dengan indicator keberhasilan cepatnya anak dalam kenaikan jilid maka 15 menit murni harus dijalankan maksudnya
membaca klasikal peraga diawal 15 menit dan diakhir juga 15 menit
dengan ketentuan waktu tersebut tidak lebih dan tidak kurang, supaya
kita belajar untuk tepat waktu. Karena pada umumnya orang itu sering
korupsi waktu, terutama dalam mengajar. Anggapannya mungkin hanya 10
menit terlambat dalam mengajar dianggap tidak apa-apa namun jika kita
realitaskan 10 menit dikalikan satu bulan atau 26 hari berarti kita
sudah korupsi waktu beberapa jam, padahal kita mendapat apa-apa dari
TPQ/Sekolah itu komplit tidak dikurangi sedikitpun. Jelas dalam rizqi kita terdapat harta riba atau hidup kita akan conslet. yang menjadikan kita tidak akan nyaman dalam hidup terlebih akan sangat berpengaruh pada anak didik kita nantinya.
2.Maju Individual.
Kata Yi Dachlan “ Jangan Wariskan Al Qur’an Yang Salah, Karena Yang Benar Itu Mudah”.
Kehati-hatian dan ketegasan dari seorang guru sangat diperlukan untuk
mengindahkan perkataan ini dengan berpacu pada guru ngaji harusTIWASGAS / Teliti Waspada Dan Tegas, serta DAKTUN / Tidak Nuntun
itu artinya sewaktu anak maju membaca secara individual guru mengamati
betul apakah murid tersebut sudah pas dalam melafalkan huruf dan
sifatnya, kalau dirasa belum pas jangan langsung diserang. ( langsung di ingatkan ).
Tapi lewat ketukan kalau memang masih belum bisa maka jangan dinaikkan
halamannya karena anak tersebut memang belum mampu pada halaman
tersebut. oleh karena itu guru harus cermat dalam memanejemen waktu,
karena 30 menit untuk maju individual harus dapat dirasakan oleh semua
anak didik di jilidnya masing-masing secara adil berdasarkan penilaian
obyektif dari guru yang mengajarnya. Namun juga perlu di mengerti bahwa
kata adil disini belum tentu harus sama, artinya anak yang memiliki
kemampuan diatas rata-rata dapat di naikkan beberapa halaman dibanding
anak yang mempunyai kemampuan biasa misal; dalam satu kelas ada anak 15
orang maka masing-masing mempunyai alokasi waktu 2 menit untuk membaca
jilid, tentu anak yang kemampuan sedang atau biasa akan membaca 1
halaman saja dalam waktu 2 menit. Akan tetapi lain halnya dengan anak
yang memiliki kemampuan lebih atau diatas rata-rata maka akan membaca
lebih dari 2 bahkan 3 halaman dalam waktu 2 menit pula.
Teori tersebut sangat efektif untuk
mendeteksi langsung seberapa jauh kemampuan anak dalam menguasai materi
bacaan jilidnya, dengan kata lain anak ngajinya memang bisa secara
alamiah bukan karbitan.
Kata Yi Dachlan “Tidak Semua Orang Boleh Mengajar Qiraati, Tetapi Semua Orang Boleh Diajari Qiraati”.Banyak
sekali guru ngaji yang ingin anak didiknya benar dan fasih dalam
membaca al Qur’an namun keinginan tersebut tidak diimbangi ketelitian
dalam mengajar bahkan yang sangat riskan ketika anak maju individual
sang guru malah bermain Hand Phone sendiri dan waktu anak membaca tidak
diperhatikan kesalahan-kesalahannya, akhirnya tidak dirasa bacaan
anakpun lama-lama tidak bisa terkontrol dengan baik, siapa yang jadi
korban ? anak tentunya. Dan siapa yang salah ? anda sudah tahu
jawabannya.
Kata Yi Wafa Al Wajih “ kalau kita
pingin Yi Dachlan hadir di tengah-tengah kita, maka jadikanlah anak-anak
membaca al Qur’annya tartil”. Target yang diharapkan dengan teori
Clasikal Individual adalah seorang santri / siswa akan mampu membaca al
Qur’an dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah dan aturan yang
ditentukan oleh Metode Qiraati lewat pembiasaan belajar membaca jilid.
Disamping itu didalam buku Memahami Qiraati Dijelaskan bahwa
target pada batas waktu tertentu ( lebih kurang ) dua tahun peserta
didik sudah khatam 30 juz ( binnadzar ) adapun target ini dapat
diperjelas dengan ;
a. Dapat membaca al Qur’an dengan tartil yang meliputi :
- Makhraj sifatnya sebaik mungkin.
- Mampu membaca al Qur’an dengan bacaan bertajwid
- Mengenal bacaan gharib dan bacaan musykilat.
- Hafal ( faham ) ilmu tajwid praktis.
b. Mengerti shalat, bacaan dan prakteknya.
c. Hafal surat-surat pendek minimal surat ad Dhuha.
d. Hafal do’a-do’a pendek (do’a sehari-hari dari bangun tidur sampai tidur kembali.
e. Mampu menulis arab dengan baik dan benar.
Hal tersebut diatas akan terwujud jika
masing-masing stack holder yang ada sama-sama mengharap ridlo Allah SWT,
dalam berjuang mencetak generasi Qur’ani yang solih akrom dengan upaya
selalu memperbaiki diri dan mengikuti pembinaan-pembinaan yang dilakukan
di tingkat korcam maupun korcab karena guru qiraati harus kober,bener dan pinter.
Kober berarti berusaha hidmah di
qiraati secara maksimal dan tidak memiliki kepentingan apa-apa selain
untuk memiliki himmah agar dapat menorehkan bacaan al Qur’an yang baik
dan benar kepada anak didik. Serta bukan karena paksaan namun di
dasarkan pada semangat ihlas berusaha agar diakui sebagai Santri Yi Dachlan dan disamping kober untuk mengajar guru ngaji harus kober tadarus al Qur’an.
Bener berarti senantiasa
berusaha dalam melakukan aktifitas terutama mengajar buku lewat metode
qiraati disampaikan sesuai aturan yang ada dan tidak menyimpang pada
rel-rel yang telah ditentukan. Jika mendapati hal yang baru dari inovasi
dan kreatifitas pribadi misalnya menemukan cara yang lebih efektif
untuk menyampaikan materi pembelajaran qiraati pada anak maka perlu
dikoordinasikan pada coordinator baik korcam maupun korcab karena pada
dasarnya setiap kreatifitas perlu di konsultasikan, supaya dapat memberi
wacana dan manfaat bagi yang lain jikalau kreatifitas tersebut dapat
digunakan untuk kepentingan bersama, maka akan sangat membantu
perkembangan qiraati pada umumnya.
Pinter berarti senantiasa
pandai membaca situasi dan kondisi serta memiliki kewaspadaan dan
ketelitian bacaan baik dalam bertadarrus sendiri maupun dalam
menyampaiakan pada waktu mengajar. Dan pinter yang dikatakan disini
dapat diperoleh oleh orang yang berkutat dengan qiraati dari basic
apapun dan tidak harus sarjana bahkan lulusan SD pun akan bisa pinter
dalam menyampaikan qiraati kalau kober dan bener mau dia laksanakan maka
pinter akan melekat dengan sendirinya berkat kita sering ketema- ketemu / sering berkumpul.
Demikian coretan yang kami sampaikan semoga ada manfaatnya wallahu a’lam. Terimakasih dan mohon maaf atas segala kekurangan.
Oleh : Ahmad Musta’in Yanis [i]
0 komentar:
Posting Komentar