1. Pencipta
dan penemu metode qiroati
Metode ini disusun oleh H. Ahmad
Dahlan Salim Zarkasyi, semarang. Terbitan pertama pada tanggal 1 Juli 1986
sebanyak 8 jilid. Setelah dilakukan revisi dan ditambah materi yang cocok.
Dalam praktek pengajaran, materi qiroati ini dibeda-bedakan, khusus untuk
anak-anak pra sekolah TK (usia 4-6 tahun) dan untuk remaja dan orang dewasa.
Metode qiraati adalah suatu metode membaca Al-Qur'an yang langsung memasukkan
dan mempraktekkan bacaan tartil sesuai dengan kaidah ilmu tajwid. Dalam
pengajarannya metode qiroati, guru tidak perlu memberi tuntunan membaca, namun
langsung saja dengan bacaan pendek. Adapun tujuan pembelajaran qira’ati ini
adalah sebagai berikut:
1. Menjaga kesucian dan kemurnian Al-Qur’an dari
segi bacaan yang sesuai dengan kaidah ilmu tajwid.
2. Menyebarluaskan ilmu membaca
Al-Qur’an.
3. Memberi peringatan kembali kepada
guru ngaji agar lebih berhati-hati dalam mengajarkan Al-Qur’an.
4. Meningkatkan kualitas pendidikan
Al-Qur’an.
Sedangkan target operasionalnya
adalah sebagai berikut:
·
Dapat
membaca Al-Qur’an dengan tarti meliputi: Makhroj dan sifat huruf sebaik
mungkin.
·
Mampu
membaca Al-Qur’an dengan bacaan tajwid.
·
Mengenal
bacaan ghorib dalam praktek.
·
Mengerti
sholat, dalam arti bacaan dalam praktek sholat.
·
Hafal
beberapa hadist dan surat pendek.
·
Hafal
beberapa do’a.
·
Dapat
menulis huruf Arab.
2. Latar Belakang Timbulnya Qiro’ati
Sebelum adanya Taman Kanak-kanak
Al-Qur’an (TKQ), pendidikan Al-Qur’an di Indonesia masih menggunakan sistem
“pengajian anak-anak” di musholah, langgar, masjid bahkan dirumah-rumah. Metode
pengajarannya dengan menggunakan turutan, yakni Al-Qur’an juz 30 yang
dilengkapi dengan petunjuk membaca Al-Qur’an. Metode ini disusun oleh ulama’
dari baghdad, sehingga metode ini dikenal dengan nama “Qoidah Baghdadiyah”.
Qoidah ini telah terbukti menciptakan ulama’-ulama’ besar yang ahli dalam
bidang Al-Qur’an. Namun pada saat ini mayoritas umat Islam, khususnya anak-anak
mulai enggan mengaji dengan menggunakan turutan, karena dianggap kurang praktis
dan efisien, terutama bagi mereka yang ingin bisa membaca Al-Qur’an lebih cepat
dan praktis. Melihat gejala seperti ini, banyak para ulama mencoba mencarikan
atau menyajikan alternatif yang lebih menarik dan memudahkan anakanak dalam
belajar membaca Al-Qur’an. Tetapi alternatif yang ditawarkan selalu mengalami
kegagalan, karena tidak ada bukti keberhasilanya. Di samping itu juga ada suatu pandangan atau
kesepakatan yang tidak tertulis, bahkan kalau mengajar mengaji harus mamakai
turutan. Sehingga metode baru yang ditawarkan hanya dipandang sebelah mata.
Pada pertengahan tahun 1986 umat
Islam dibuat lega dengan adanya metode atau model pengajian anak-anak yang
baru, yakni pendidikan Al-Qur’an anak-anak untuk usia 4 – 6 tahun yang dirintis
oleh Ust. H. Dahlan Salim Zarkasy Semarang. Karena pendidikannya seperti Taman
Kanak-kanak umum, maka lebih dikenal masyarakat dengan sebutan Taman
Kanak-kanak Al-Qur’an (TKQ). Keberadaan TKQ ini tidak terlepas dari usaha Ust.
H. Dahlan Salim Zarkasy dalam mencari metode belajar membaca Al-Qur’an yang
telah dirintis dan diuji coba sejak tahun 1963. Pada tahun 1963 Ust. H. Dahlan
Salim Zarkasy mulai mengajar ngaji kepada anak-anaknya dan anak-anak
tetangganya dengan menggunakan turutan. Akan tetapi ternyata hasilnya kurang
memuaskan, dimana anak-anak hanya mengahfal saja. Jika petang Ust. H. Dahlan
Salim Zarkasy mengajar ngaji, sedangkan pada siang harinya berdagang . pada
saat berkesempatan mengambil barang diluar kota, seperti Jakarta, Bandung,
Surabaya, Pekalongan, yogyakarta dan kota-kota lainnya, beliau selalu
menyempatkan diri untuk meneliti dan mengamati pengajian anak-anak 20 yang ada
di mushalla, langgar dan masjid setempat. Ternyata hasilnya tidak jauh berbeda
dengan yang dialami beliau. Berdasarkan rasa tidak puas dengan hasil dari
mengaji dengan kitab turutan itu, maka beliau mencoba menyusun metode baru yang
lebih efektif dan efisien. Akhirnya berkat hinayah, hidayah dan rahmah dari
Allah SWT, Ust. H. Dahlan Salim Zarkasy berhasil menyusun metode praktis
belajar membaca Al-Qur’an yang tersusun menjadi sepuluh jilid. Atas saran dua
orang ustadz, yakni ustadz Joened dan ustadz Sukri Taufiq metode ini diberi nama
“Metode Qiroaty”, yang berarti ‘inilah bacaan Al-Qur’anku yang tartil’. Metode
Qiroati ini langsung mengajarkan bunyi huruf, yaki huruf-huruf yang berkharokat
tanpa dieja dan mengenalkan nama-nama huruf secara acak serta langsung
memasukkan bacaan yag bertajwid secara praktis bukan teoritis.
Melihat keberhasilan Ust. H. Dahlan
Salim Zarkasy dengan metode Qiroatinya pada tahun 1966, H. Ja’far, seorang
ulama’ semarang, mengajak beliau sowan kepada K.H. Arnawi Kudus untuk
menunjukkan buku qiroatinya. Dan Alhamdulillah, setelah diteliti dan dikoreksi,
mendapat restu beliau. Setelah mendapat restu K.H Arwani buku Qiroati mulai
dikenalkan kepada masyarakat semarang sekitarnya. Pada bulan Mei 1986, Ust. H. Dahlan Salim
Zarkasy diajak oleh salah satu wali murid, sukito, untuk silaturrahim dan
menyaksikan Ponpes Al-Qur’an Anak-anak “Mambaul Hisan” di Sedayu Gresik,
yang berdiri pada tahun 1965 yang diasuh K.H. Muhammad. Beliau merasa prihatin
melihat anak-anak kecil di bawah umur 7 tahun, yang terpisah dari orang tuanya,
dan semestinya anak-anak tersbut masih membutuhkan kasih sayang mereka. Akan
tetapi dalam mengaji bacaan Al-Qur’an mereka kurang tartil. Dari hasil
kunjungan tersebut, beliau dapat menyimpulkan bahwa anak di bawah usia balita
mampu diajarkan membaca Al-Qur’an. Sepulang dari gresik, selama sebulan
tepatnya di bulan Ramadhan, ust. H. Dahlan Salim Z, menyusun kembali buku
Qiroati untuk usia taman kanak-kanak yang diambil dari qiroati 10 jilid.
Kemudian dibukalah pendidikan Al-Qur’an untuk anak-anak usia 4-6 tahun pada
tanggal 1 juli 1986. inilah Taman Kanak-Kanak pertama di Indonesia. Kemudian
atas saran KH. Hilal Sya’ban yang juga direstui oleh KH. Turmudzi Taslim, TKQ
tersebut diberi nama “Roudlotul Mujawwidin”. Sebenarnya awal berdirinya merupakan
percobaan, mungkinkah anak-anak usia TK (4-6 tahun) mampu membaca Al-Qur’an.
Pada hari pertama pembukaan, jumlah muridnya 26 anak dan tempat pendidikannya
meminjam rumah Sdr. Ir. Abdullah, Kampung Wotprau 77, Semarang. Setelah
berjalan kurag lebih 3 bulan, jumlah muridnya mencapai 70 anak.Proses belajar
mengajar berlangsung setiap sore selama 1 jam, mulai jam 16.00 sampai 17.00
WIB. Sekalipun berdirinya TKQ merupakan percobaan dengan rencana 4 tahun hatam
30 juz, diluar dugaan ternyata dalam 2 tahun, tepatnya 22 juli 1988 telah
menghatamkan yang pertama sebanyak 20 siswa putra/putri. Khatam dengan
3. Target
penggunaannya:
1. untuk
anak-anak pra sekolah TK (usia 4-6 tahun)
2. untuk
remaja
3. orang
dewasa.
4. Pendekatan
dan Prinsip pembelajaran qiraati
Adapun prinsip pembelajarannya di
bagi dua yaitu yang dipegang oleh guru dan yang dipegang oleh santri.
Prinsip yang dipengang guru adalah Ti-Wa-Gas (teliti, waspada, dan Tegas).
·
Teliti
adalah dalam menyampaikan semua materi pelajaran
·
Waspada
adalah terhadap bacaan santri yakni, bisa mengkoodinasikan antara mata, telinga, lisan dan hati.
·
Tegas
adalah disiplin dan bijaksana terhadap kemampuan santri.
Sedangkan yang dipegang santri
adalah menggunakan sistem cara belajar siswa aktif (CBSA) dan lancar, cepat,
tepat, dan benar (LCTB) ( Nur Shodiq Achrom, 1996:18)
a. CBSA+M : Cara Belajar Santri Aktif
dan Mandiri
·
Santri
dituntut keaktifan, kosentrasi dan memiliki tanggung jawab terhadap dirinya
tentang bacaan Al-Qur’annya. Sedangkan ustadz-ustadzah sebagai pembimbing,
monivator dan evaluator saja.
·
Menurut
Zuhairini fenomena adanya CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) perlu dipertimbangkan
untuk lebih mengembangkan potensi-potensi siswa secara individual. Dalam hal
ini guru bertugas memberikan bimbingan dan pengarahan kepada siswa secara
aktif. Untuk itu dalam CBSA diharapkan yang aktif tidak hanya siswanya tetapi
juga gurunya.
b.
LCTB
: Lancar Tepat Cepat dan Benar
·
Lancar
artinya bacaannya tidak ada yang mengulangulang.
·
Cepat
artinya bacaannya tidak ada yang putus-putus atau mengeja.
·
Tepat
artinya dapat membunyikan sesuai denganbacaan an dapat membedakan antara bacaan
yang satu dengan laiannnya.
·
Benar
artinya hukum-hukum bacaan tidak ada yang salah.
Dalam metode ini dikenal beberapa
bentuk dalam pelaksanaannya, yaitu:
1. Sorogan, individual atau privat.
Dalam bentuk ini santri bergiliran satu persatu untuk mendapatkan pelajaran
membaca dari ustadz. (berdasarkan kemampuan siswa yang ada yang 2,3 atau 4
halaman).
2. Klasikal- individual Sebagian waktu
dipergunakan untuk menerangkan pokok pelajaran, sekedar satu atau dua halaman
dan seterusnya. Sedangkan membacanya sangat ditekankan, kemudian di nilai
prestasinya pada lembar data.
3. Klasikal baca simak.Dalam bentuk ini
guru menerangkan bentuk pelajaran (klasikal) kemudian siswa di tes satu persatu
dan di simak oleh semua siswa, kemudian dilanjutkan pelajaran berikutnya dengan
cara yang sama sampai pelajaran selesai.
Untuk sorogan dapat diterapkan pada
kelas yang terdiri dari jilid untuk satu kelas. Sedangkan klasikal-individual
dan klasikal baca simak hanya bisa diterapkan untuk kelas yang hanya terdiri
dari satu jilid saja. Untuk klasikal baca simak hanya berlaku pada jilid 3
sampai 6.
5. Langkah-langkah
penerapan metode qiraati:
a. Metode Penyampaian Qiroati
1. Praktis
Artinya : langsung (tidak dieja)
Contoh : أَ بَ baca, A-BA (bukan
Alif fatha A, Ba fatha BA), dan dibaca pendek. Jangan di baca panjang Aa Baa,
atau Aa Ba atau, A Baa
2. Sederhana
Artinya : kalimat yang dipakai
menerangkan diusahakan sederhana asal dapat difahami, cukup memperhatikan
bentuk hurufnya saja, jangan menggunakan keterangan yang teoritis/devinitif.
Cukup katakan : Perhatikan ini ! بَ Bunyinya = BA Cukup katakan : Perhatikan
titiknya !. ini BA, ini TA, dan ini TSA. Dalam mengajarkan pelajaran gandeng,
jangan mengatakan : “ini huruf didepan, ditengah atau dibelakang”, contohnya
seperti : م – مَ / ه – ه Cukup katakan : semua sama bunyinya, bentuknya
memang macam-macam
Yang
penting dalam mengajarkan Qiroaty adalah bagaimana anak biasa membaca dengan
benar. Bukan masalah otak-atik tulisan, oleh karena itu disini tidak
diterangkan tentang huruf yang bisa di gandeng dan yang tidak. Sederhana saja !
3. Sedikit
Demi Sedikit, Tidak Menambah Sebelum Bisa Lancar
Mengajar Qiroati tidak boleh terburu-buru,
ajarkan sedikit demi sedikit asal benar, jangan menambah pelajaran baru sebelum
bisa dengan lancar, bacaan terputus-putus. Guru yang kelewat tolenransi
terhadap anak degan mengabaikan disiplin petunjuk ini akibatnya akan
berantakan, sebab pelajaran yang tertumpuk dibelakag menjadai beban bagi anak,
ia justru bingung dan kehilangan gairah belajar. Jika disuruh mengulang dari
awal jelas tidak mungkin, ia akan malu, dan akhirnya ia akan enggan pergi
belajar. Guru yang disiplin dalam menaikkan pelajaran hasilnya akan
menyenangkan anak itu senduiri, semakin tinggi jilidnya semakin senang, karena
ia yakin akan kemampuannya, dan insyaallah akan tambah semangat menuntaskan
pelajarannya. Disiplin ini memang mengundang reaksi besar baik dari santri maupun
dari wali santri, oleh karenanya guru dituntutdapat berpegang teguh, tidak
kehilangan cara dengan mengorbankan disiplin tersebut. Disinilah perlu adanya
seni mengajar itu.
4. Merangsang Murid Untuk Saling Berpacu
Setelah kita semua tau mengajarkan
Qiroaty tidak boleh menambah pelajaran baru sebelum bisa membaca dengan benar
dan cepat, maka cara yang tepat adalah menciptakan suasana kompetisi dan
persaingan sehat dalam kelas, cara ini insya Allah akan memacu semangat dan
mencerdaskan anak. KH. Daahlan telah merintis agar terjadi suasana ini dalam
sekolah dengan terbaginya buku Qiroaty dalam bentuk berjilid, karena secara
otomatis setiap anak naik jilid semangat dan gairah ikut kembali baru pula.
Kenaikan kelas sebaikya diadakan beberapa bulan sekali dengan menggunakan
standar pencapaian pelajaran Qiroaty, karena dengan demikian anak yang
tertinggal dalam kelas akan malu dengan sendirinya.
5. Tidak
Menuntun Untuk Membaca
Seorang guru cukup menerangkan dan
membaca berulang-ulang pokok bahasan pada setiap babnya sampai anak mampu
membaca sendiri tanpa dituntun latihan di bawahnya. Metode ini bertujuan agar
anak faham terhadap pelajrannya, tidak sekedar hafal. Karena itu guru ketika
mengetes kemampuan anak boleh dengan cara melompat-lompat, tidak urut mengikuti
baris tulisan yang ada. Apabila dengan sangat terpaksa guru harus dengan
menuntun, maka dibolehkan dalam batas 1 sampai 2 kata saja. Metode ini pada
awal dekade 1980 an, oleh kalangan pendidikan dikenal dengan istilah CBSA (Cara
Belajar Siswa Aktif).
6. Waspada
Terhadap Bacaan Yang Salah
Anak lupa terhadap pelajaran yang
lalu itu soal biasa dan wajar, anak lupa dan guru diam itulah yang tidak wajar.
Terlalu sering anak membaca salah saat ada guru dan gurunya diam saja, maka
bacaan salah itu akan dirasa benar oleh murid, dan salah merasa benar itulah
bibit dari salah kaprah. Maka agar ini tidak terus menerus terjadi dalam bacaan
Al-Qur’an, maka harus waspada setiap ada anak baca salah tegur langsung, jangan
menunggu sampai bacaan berhenti. Kewaspadaan inilah cara satu-satunya
memberatas salah kaprah itu. Keberhasilan guru mengajar tertil dan fashih
adalah tergantug pada peka atau tidaknya guru mendengar anak baca salah.
7. Driil (bisa karena biasa)
Metode drill banyak tersirat pada
buku Qiroaty, adapun yang secara khusus menggunakan metode ini adalah pada
pelajaran : Ghorib Ilmu Tajwid, dan Hafalan-hafalan Biarpun tanpa ada kewajiban
menghafal di rumah, insyaallah dengan metode drill ini semua pelajaran hafalan
akan hafal dengan sendirinya. Selain metode diatas agar proses belajar mengajar
sesuai dengan apa yang diharapkan, maka harus memakai strategi mengajar. Dalam
mengajar al-qur’an dikenal beberapa macam strategi.
b. Strategi
mengajar secara umum (global)
1. Individual atau privat
Santri bergiliran membaca satu
persatu, satu atau dua halaman sesuai dengan kemampuannya
2. Klasikal-individual
sebagian waktu digunakan guru untuk
menerangkan pokokpokok pelajaran secara klasikal sekedar 2 atau 3 halaman.
c. Strategi mengajar secara khusus (detail)
Agar kegiatan belajar mengajar
Al-qaur’an dapat berjalan dengan baik sehingga tercapai keberhasilan yang
maksimal maka perlu diperhatikan syarat-syarat sebagai berikut :
1. Guru harus menekan kelas, dengan
memberi pandangan menyeluruh terhadap semua santri sampai semuanya tenang,
kemudian mengucapkan salam dan membaca do’a iftitah.
2. Pelaksanaan pelajaran selama satu jam ditambah
15 menit untuk variasi (do’a-do’a harian, bacaan sholat, do’a ikhtitam atau
hafalan-hafalan lainnya).
3. Usahakan setiap anak mendapat
kesempatan membaca satu persatu.
4. Wawasan dan kecakapan anak harus
senantiasa dikembangkan dengan sarana dan prasarana yang ada.
5. Perhatian guru hendaknya menyeluruh,
baik pada anak yang maju membaca maupun yang lainnya
6. Penghayatan terhadap jiwa dan
karakter anak sangat penting agar anak tertarik dan bersemangat untuk
memperhatikan pelajaran. Jika ada yang diam terus dan tidak mau membaca maka
guru harus tetap membujuknya dengan sedikit pujian.
7. Motivasi berupa himbauan dan pujian sangat
penting bagi anak, terutama anak Pra TK. Anak jangan selalu dimarahi, diancam
atau ditakut-takuti. Tapi kadang kala perlu dipuji dengan kata-kata manis, didekati
serta ucapan dan pendapatnya ditanggapi dengan baik.
8. Guru senantiasa menanti kritik yang
sifatnya membangun demi meningkatkan mutu TKQ. Jangan cepat merasa puas.
9. Jaga mutu pendidikan dengan melatih
anak semaksimal mungkin.
10. Idealnya untuk masing-masing kelas/jilid
terdiri dari :
a. Pra Taman Kanak-kanak : 10 anak
b. Jilid : 15 anak
c. Jilid II – Al-Qur’an : 20 anak
Masing-masing dengan seorang guru.
11. Agar
lebih mudah dalam mengajar, sebaiknya disediakan alat -alat
12. peraga
dan administrasi belajar mengajar di dalam kelas, antara lain : Buku Data
Siswa, Buku Absensi Siswa, Kartu/Catatan Prestasi Siswa (dipegang siswa), Dan
lain-lain.
Sumber Bacaan : disini
Sumber Bacaan : disini
1 komentar:
subhanalloh.. maksih banyak informsainya... sangat bermanffat sekali.. moga barkah ya.
bay : cara menghafal cepat
Posting Komentar