Senin, 10 Juni 2013

METODOLOGI, AKTUALISASI PENDIDIKAN AL-QUR’AN

Segala puji bagi Allah Dzat maha pengasih dan penyayang  yang telah memberi kita kemudahan untuk belajar mengaji dan mengkaji ilmu al-Qur’an, sholawat ma’assalam semoga senantiasa tercurah keharibaan baginda rasulallah SAW.
Sejarah perkembangan islam sering di identikkan dengan perkembangan baca tulis al-Qur’an, artinya didaerah dimana islam telah dipeluk oleh masyarakat disitu kemampuan baca tulis al-Qur’an memiliki kemapanan. Hal ini mungkin bisa terjadi sejauh masyarakat itu terdiri atas penduduk yang turun temurun telah berbahasa arab.
Sejak islam berkembang melintasi wilayah ajam ( suku bangsa non arab ), maka ilmu mempelajari al-Qur’an baik dalam konteks membaca al-Qur’an berkembang majemuk dan bervariasi, hal tersebut yang melatar belakangi munculnya berbagai macam metode membaca al-Qur’an terutama di Indonesia ini. Seperti kita ketahui bahwa metode membaca al-Qur’an di negara kita berjumlah ±73 metode dengan urutan :
1.      Metode baghdadiyah / ngaji turutan (bahasa orang kudus ).
2.      Metode Qiraati.
Dan selebihnya ada metode lain yang mengikutinya sehingga berkembang dan masih digunakan sampai sekarang.
Adapun metode qiraati sebagaimana kita ketahui adalah metode yang berusaha menjaga kemurnian al-Qur’an lewat bacaan, itu selaras dengan apa yang telah di katakan oleh KH. Dahclan Salim Zarkasy bahwa “Saya tidak mau yang pakai qiraati banyak tapi saya mau yang pakai qiraati ngajinya benar”. Pernyataan singkat,padat tersebut yang menegaskan bahwa siapapun yang menggunakan metode qiraati harus mengerti dan memahami aturan-aturan yang telah diterapkan pada metode tersebut.
Merujuk dari penggalan perkataan Yi Dachlan bahwa “saya mau yang pakai Qiraati ngajinya benar”. Hal tersebut memotivasi kita untuk mendalami seberapa jauh perkembangan metodologi pengajaran baca al-Qur’an mulai tahun 60 an sampai sekarang sebagai upaya keberhasilan dan target ngaijinya benar yang di harapkan oleh beliau maka dapat kami jelaskan sebagai berikut
Cara mengajar qiraati ada 4:
1. Individual                                    : Tahun 1963 s/d 1986.
2. Klasikal Individual                      : Tahun 1986 s/d 1991.
3. Klasikal baca simak                    : Tahun 1991 s/d 1999.
4. Klasikal baca simak murni           : Tahun 1999 s/d 2001.
Cara menyampaikan qiraati ada 4 :
1. Sederhana
2. Step by step / Tahap demi tahap
3. Driel/ Latihan
4. Tes halaman 1- 44.
Dan jika ada pertanyaan bahwa diantara keempat cara tersebut mana yang paling cocok dengan dibuktikan keberhasilannya adalah teori Klasikal Individual.
Klasikal individual banyak digunakan sebagai teori pengajaran yang lebih efektif untuk diajarkan kepada santri, itu disebabkan dari pembiasaan yang di terapkan dalam teori tersebut yang meliputi ;
1.15 Menit Membaca Peraga Guru Secara Clasikal Diawal Dan Diakhir Pelajaran.
Teori tersebut jika kita amati mengambil falsafah dari biji gabah, kalau di giling atau ditumbuk 1 biji saja, maka akan rusak bahkan hancur, namun kebalikannya kalau beberapa biji maka akan menghasilkan beras yang bagus akibat dari gesekan satu dan lainnya Kelebihannya disini murid dapat belajar secara kelompok/ bersama-sama. Kalau ada murid yang kurang bisa mengakses bacaan yang ada diperaga maka Insyaallah tidak akan lama dengan sendirinya akan mampu menguasai bacaan tersebut dengan Lancar, cepat, tepat dan benar ( LCTB ) itu disebabkan gesekan dari teman yang lain yang sudah mampu membaca dengan baik, dan uniknya dengan cara tersebut dimungkinkan anak tidak perlu belajar membaca dirumah karena pembelajaran qiraati pada dasarnya 1 jam yang ada di sekolah. ini bertujuan agar tidak mengganggu pelajaran sekolah pagi, jadi anak dapat belajar dengan tenang tanpa terbebani karena Qiraati ada dimana-mana, bukan kemana-mana. Selain itu dengan menjadikan konsentrasi bacaan anak terpusat di sekolah, akan meminimalisir intervensi bacaan yang tidak sesuai dengan kaidah pengajaran metode qiraati terutama diajarkan orang tua kepada anaknya mungkin maksudnya baik, agar anak dapat lebih cepat naik jilidnya dan supaya tidak tertinggal dengan temannya, namun keinginan tersebut akan menjadi boomerang bagi anaknya sendiri apalagi orang tuanya merasa bahwa bacaan yang di perolehnya waktu mengaji dahulu sudah dirasa benar padahal kenyataannya jika di suruh membaca satu ayat dari al qur’an masih banyak terjadi kesalahan baik di makhorijul huruf maupun sifatul hurufnya maka hal itu bukan saja akan menyulitkan anak namun sangat menghambat perkembangan kenaikan jilid anak dan sudah barang tentu akan menyusahkan gurunya. . Pengalaman ini banyak terjadi di TPQ / Sekolah yang memakai metode qiraati tetapi tidak menggunakan clasikal peraga qiraati diawal dan di akhir pelajaran, serta kurang nya komunikasi dengan wali murid terhadap perkembangan belajar anak di TPQ / sekolahnya, akibatnya sering terjadi complain dari wali murid karena anaknya lama sekali dalam kenaikan jilid, dan endingnya keluar dari TPQ menjadi pilihan, mengamati permasalahan diatas siapa yang salah apakah orang tua wali murid, apakah anak ataukah gurunya? Ini merupakan permasalahan yang krusial dan sering terjadi di TPQ / Sekolah. maka jauh sebelumnya Kata Yi Dachlan  “ Tidak ada murid yang bodoh, dalam 100 anak ada 1 yang bodoh jika ada lebih 1 yang bodoh maka yang perlu dipertanyakan gurunya”. Agar harapan hasil dari teori diatas terwujud dengan indicator keberhasilan cepatnya anak dalam kenaikan jilid maka 15 menit murni harus dijalankan maksudnya membaca klasikal peraga diawal 15 menit dan diakhir juga 15 menit dengan ketentuan waktu tersebut tidak lebih dan tidak kurang, supaya kita belajar untuk tepat waktu. Karena pada umumnya orang itu sering korupsi waktu, terutama dalam mengajar. Anggapannya mungkin hanya 10 menit terlambat dalam mengajar dianggap tidak apa-apa namun jika kita realitaskan 10 menit  dikalikan satu bulan atau 26 hari berarti kita sudah korupsi waktu beberapa jam, padahal kita mendapat apa-apa dari TPQ/Sekolah itu komplit tidak dikurangi sedikitpun. Jelas dalam rizqi kita terdapat harta riba atau hidup kita akan conslet. yang menjadikan kita tidak akan nyaman dalam hidup terlebih akan sangat berpengaruh pada anak didik kita nantinya.
2.Maju Individual.
Kata Yi Dachlan “ Jangan Wariskan Al Qur’an Yang Salah, Karena Yang Benar Itu Mudah”. Kehati-hatian dan ketegasan dari seorang guru sangat diperlukan untuk mengindahkan perkataan ini dengan berpacu pada guru ngaji harusTIWASGAS / Teliti Waspada Dan Tegas, serta DAKTUN / Tidak Nuntun itu artinya sewaktu anak maju membaca secara individual guru mengamati betul apakah murid tersebut sudah pas dalam melafalkan huruf dan sifatnya, kalau dirasa belum pas jangan langsung diserang. ( langsung di ingatkan ). Tapi lewat ketukan kalau memang masih belum bisa maka jangan dinaikkan halamannya karena anak tersebut memang belum mampu pada halaman tersebut. oleh karena itu guru harus cermat dalam memanejemen waktu, karena 30 menit untuk maju individual harus dapat dirasakan oleh semua anak didik di jilidnya masing-masing secara adil berdasarkan penilaian obyektif dari guru yang mengajarnya. Namun juga perlu di mengerti bahwa kata adil disini belum tentu harus sama, artinya anak yang memiliki kemampuan diatas rata-rata dapat di naikkan beberapa halaman dibanding anak yang mempunyai kemampuan biasa misal; dalam satu kelas ada anak 15 orang maka masing-masing mempunyai alokasi waktu 2 menit untuk membaca jilid, tentu anak yang kemampuan sedang atau biasa akan membaca 1 halaman saja dalam waktu 2 menit. Akan tetapi lain halnya dengan anak yang memiliki kemampuan lebih atau diatas rata-rata maka akan membaca lebih dari 2 bahkan 3 halaman dalam waktu 2 menit pula.
Teori tersebut sangat efektif untuk mendeteksi langsung seberapa jauh kemampuan anak dalam menguasai materi bacaan jilidnya, dengan kata lain anak ngajinya memang bisa secara alamiah bukan karbitan.
Kata Yi DachlanTidak Semua Orang Boleh Mengajar Qiraati, Tetapi Semua Orang Boleh Diajari Qiraati”.Banyak sekali guru ngaji yang ingin anak didiknya benar dan fasih dalam membaca al Qur’an namun keinginan tersebut tidak diimbangi ketelitian dalam  mengajar bahkan yang sangat riskan ketika anak maju individual sang guru malah bermain Hand Phone sendiri dan waktu anak membaca tidak diperhatikan kesalahan-kesalahannya, akhirnya tidak dirasa bacaan anakpun lama-lama tidak bisa terkontrol dengan baik, siapa yang jadi korban ? anak tentunya. Dan siapa yang salah ? anda sudah tahu jawabannya.
Kata Yi Wafa Al Wajih “ kalau kita pingin Yi Dachlan hadir di tengah-tengah kita, maka jadikanlah anak-anak membaca al Qur’annya tartil”. Target yang diharapkan dengan teori Clasikal Individual adalah seorang santri / siswa akan mampu membaca al Qur’an dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah  dan aturan yang ditentukan oleh Metode Qiraati lewat pembiasaan belajar membaca jilid. Disamping itu didalam buku Memahami Qiraati Dijelaskan bahwa target pada batas waktu tertentu  ( lebih kurang ) dua tahun peserta didik sudah khatam 30 juz ( binnadzar ) adapun target ini dapat diperjelas dengan ;
a.       Dapat membaca al Qur’an dengan tartil yang meliputi :
-               Makhraj sifatnya sebaik mungkin.
-               Mampu membaca al Qur’an dengan bacaan bertajwid
-               Mengenal bacaan gharib dan bacaan musykilat.
-               Hafal ( faham ) ilmu tajwid praktis.
b.      Mengerti shalat, bacaan dan prakteknya.
c.       Hafal surat-surat pendek minimal surat ad Dhuha.
d.      Hafal do’a-do’a pendek (do’a sehari-hari dari bangun tidur sampai tidur kembali.
e.       Mampu menulis arab dengan baik dan benar.
Hal tersebut diatas akan terwujud jika masing-masing stack holder yang ada sama-sama mengharap ridlo Allah SWT, dalam berjuang mencetak generasi Qur’ani yang solih akrom dengan upaya selalu memperbaiki diri dan mengikuti pembinaan-pembinaan yang dilakukan di tingkat korcam maupun korcab karena guru qiraati harus kober,bener dan pinter.
Kober berarti berusaha hidmah di qiraati secara maksimal dan tidak memiliki kepentingan apa-apa selain untuk memiliki himmah agar dapat menorehkan bacaan al Qur’an yang baik dan benar kepada anak didik. Serta bukan karena paksaan namun di dasarkan pada semangat ihlas berusaha agar diakui sebagai Santri Yi Dachlan dan disamping kober untuk mengajar guru ngaji harus kober tadarus al Qur’an.
Bener berarti senantiasa berusaha dalam melakukan aktifitas terutama mengajar buku lewat metode qiraati disampaikan sesuai aturan yang ada dan tidak menyimpang pada rel-rel yang telah ditentukan. Jika mendapati hal yang baru dari inovasi dan kreatifitas pribadi misalnya menemukan cara yang lebih efektif untuk menyampaikan materi pembelajaran qiraati pada anak maka perlu dikoordinasikan pada coordinator baik korcam maupun korcab karena pada dasarnya setiap kreatifitas perlu di konsultasikan, supaya dapat memberi wacana dan manfaat bagi yang lain jikalau kreatifitas tersebut dapat digunakan untuk kepentingan bersama, maka akan sangat membantu perkembangan qiraati pada umumnya.
Pinter berarti senantiasa pandai membaca situasi dan kondisi serta memiliki kewaspadaan dan ketelitian bacaan baik dalam bertadarrus sendiri maupun dalam menyampaiakan pada waktu mengajar. Dan pinter yang dikatakan disini dapat diperoleh oleh orang yang berkutat dengan qiraati dari basic apapun dan tidak harus sarjana bahkan lulusan SD pun akan bisa pinter dalam menyampaikan qiraati kalau kober dan bener mau dia laksanakan maka pinter akan melekat dengan sendirinya berkat kita sering ketema- ketemu / sering berkumpul.
Demikian coretan yang kami sampaikan semoga ada manfaatnya wallahu a’lam. Terimakasih dan mohon maaf atas segala kekurangan.
Oleh : Ahmad Musta’in Yanis [i]


[i] . KOORDINATOR (AMANAH METODOLOGI) KOTA KUDUS-JAWA TENGAH.  DALAM ACARA SILATURRAHIM WILAYAH KE – 3. WILAYAH 3 (JABAR-DKI-BANTEN) DI CIAMIS-JAWA BARAT

[ii] . Sumber Bacaan : disini


0 komentar:

Posting Komentar